SIFAT WAJIB BAGI ALLAH

Salah satu kebutuhan dasar manusia adalah adanya pemenuhan rasa ingin tahu manusia akan adanya kekuatan yang menentukan kehidupannya. Atas dasar kebutuhan ini, lahirlah berbagai kepercayaan seperti animisme, yang menganggap roh nenek moyang sebagai sesuatu yang menentukan kehidupan dan karenanya lalu dianggap sebagai tuhan yang perlu disembah , atau Dinamisme, yang menganggap benda-benda yang sekiranya berbentuk luar biasa sebagai sesuatu yang memiliki kekuatan luar biasa pula. Benda ini, seperti gunung, api, patung, keris, pohon besar, dan sungai yang kemudian dianggap sebagi Tuhan yang berhak disembah sekaligus tempat meminta.

Islam datang untuk mengoreksi sekaligus menyempurnakan paham dan kepercayaan yang salah tersebut. Islam sebagai agama yang hak, dengan ajaran yang mengajarkan bahwa Allah-lah Tuhan sejati.Tiada Tuhan selain Allah. Allah merupakan zat yang diyakini sebagai satu-satunya Tuhan. Kita sebagai orang beriman harus meyakini bahwa Dia memiliki sifat-sifat yang agung dan tidak dapat disamai oleh siapapun dari makhluk-Nya. Sifat-sifat Allah itu ada yang termasuk wajib bagi-Nya, ada yang mustahil bahkan ada juga yang jaiz

Adapun sifat-sifat wajib bagi Allah yang wajib diyakini oleh setiap Muslim, ada tiga belas, ditambah tujuh sifat maknawiyah. Jadi keseluruhannya berjumlah dua puluh. Sifat-sifat Allah SWT yang dua puluh tersebut di atas, dibagi menjadi empat bagian :

a. Sifat-sifat Nafsiyah

Sifat-sifat nafsiyah ialah sifat yang berhubungan dengan zat Allah SWT. Sifat-sifat tersebut yaitu :

(1). Wujud ( ada )

“Wujud” artinya ada, mustahil Allah bersifat “adam” artinya tidak ada. Allah wajib ada. Alam ini atau setiap makhluk ada yang membuatnya (Khalik). Demikian juga langit dan bumi, matahari yang setiap pagi terbit dari Timur dan terbenam di ufuk Barat, adanya siang dan malam. Semua ada yang mengatur dan menciptakannya, ayitu Allah SWT. Firman Allah SWT dalam surat al An'am: 102

ذَلِكُمُ اللَّهُ رَبُّكُمْ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ خَالِقُ كُلِّ شَيْءٍ فَاعْبُدُوهُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ وَكِيلٌ (الأنعام: 102)

(yang memiliki sifat-sifat yang) demikian itu ialah Allah Tuhan kamu; tidak ada Tuhan selain Dia; Pencipta segala sesuatu, Maka sembahlah Dia; dan dia adalah pemelihara segala sesuatu.

Quraish Shihab menafisrkan ayat ini bahwa yang memiliki sifat tinggi dan mulia hanyalah Allah, Yang Maha Esa Tuhan pemelihara kalian, tidak ada yang berhak disembah selain Dia, pencipta segala sesuatu. Karena itu sembahlah Dia satu-satunya dan semata-mata karena yang mempersekutukan-Nya, tidak dinilai menyembah-Nya. Dia yang Maha kuasa tidak butuh kepada ibadah dan pengabdian makhluk karena Dia Maha Kaya dan di atas segala sesuatu adalah wakil, yakni pemelihara. Beribadah adalah konsekuensi dari kepercayaan tentang wujud Allah yang disebut dalam sifat-sifatNya diatas, yakni tidak ada Tuhan selain Dia, karena Dia yang mencipta segala sesuatu, jika demikian maka tidak ada yang bersekutu dengan-Nya dalam ketuhanan dan penciptaan serta karena itu pula ibadah dan ketundukan semata-mata hanya tertuju kepada-Nya. (Shihab, 2007, v 4:223)

Ada golongan manusia yang tidak percaya atau meragukan adanya Allah, dengan alasan karena mereka belum pernah melihat wujud-Nya. Kepercayaan tersebut keliru, karena banyak zat yang tidak dapat dilihat wujudnya, tetapi diyakini adanya, seperti nyawa ( roh ) dan angin. Nyawa dan angin diyakini ada semata-mata berdasarkan kepada tanda-tanda yang menunjukkan wujudnya. Tanda-tanda wujudnya nyawa pada manusia adalah manusia bernafas, makan, minum, bergerak, dan bekerja. Tanda-tanda wujudnya angin antara lain, pohon nyiur melambai-lambai karena ditiup angin dan kapal layar dapat melaju karena didorong pleh tenaga angin.

Adapun tanda-tanda wujudnya Allah SWT itu sangat banyak, sehingga manusia tidak akan mampu menyebutkannya satu persatu. Singkatnya, bukti-bukti tentang wujud Allah itu terdapat di dalam diri manusia dan di luar diri manusia. Allah SWT berfirman dalam surat al Dzariyat; 20-21:

وَفِي الْأَرْضِ آَيَاتٌ لِلْمُوقِنِينَ (20) وَفِي أَنْفُسِكُمْ أَفَلَا تُبْصِرُونَ (21)

Dan di bumi itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang yakin. Dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tidak memperhatikan?

Ayat ini menyatakan bahwa banyak sekali tanda-tanda keesaan, kebesaran dan kekuasaan Allah yang terbentang di langit dan di bumi yakni bagi orang-orang yang yakin dan mantap keyakinanya. Bukti keesaan Allah yang terdapat dibumi antara lain sistem kerja bumi dan keseimbangan yang ada dialamnya, disamping keindahan dan kelanggenganya, kesemuanya terjadi secara berulang yang menampik dugaan kebetulan dan kesemuanya terjadi dengan sangat konsisten dan teratur. Andai ada dua Tuhan maka keharmonisan dan kesinambungan itu tidak mungkin terjadi. Bukti ke beradaan Allah juga terdapat pada diri manusia antara lain proses kejadian manusia yang sangat unik, organ tubuhnya yang sedemikian serasi tapi kompleks demikian juga pada tingkah lakunya yang sedemikian rumit. (Shihab, 2007; v 13: 334 )

Manusia tidak dapat melihat zat Allah karena kemampuan manusia terbatas, sedangkan Allah sebagai khalik ( pencipta ) alam semesta dan segala isinya, dapat melihat segala apa yang dikehendaki-Nya. Sebagaimana firman Allah dalam surat al an'am ayat 103:

لَا تُدْرِكُهُ الْأَبْصَارُ وَهُوَ يُدْرِكُ الْأَبْصَارَ وَهُوَ اللَّطِيفُ الْخَبِيرُ (103)

Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang dia dapat melihat segala yang kelihatan; dan dialah yang Maha halus lagi Maha Mengetahui.

b. Sifat Salbiyah

Sifat salbiyah ialah sifat yang menolak dan meniadakan sebaliknya, de, dengan kata lain memustahilkan adanya sifat tersebut, sifat salbiyah ada lima yaitu :

(1). Qidam ( Lebih dahulu )

Jika kita melihat mobil, kereta api, kapal laut, pesawat terbang tentu logika kita akan berbicara bahwa alat-alat transportasi tersebut ada yang membuatnya. Pembuat alat-alat transportasi tersebut pasti lebih dulu ada dari pada alat-alat transportasi yang dibuatnya. Disini berlaku hukum kausalitas ( hukum sebab akibat ).

Allah SWT sebagai pencipta alam semesta dan segala isinya, secara logika sudah tentu wajib bersifat qidam, artinya lebih dahulu ada dari segala makhluk-Nya. Mustahil Allah bersifat huduts ( baru ), karena Allah itu sudah ada sebelum alam semesta dan segala isinya ini ada. Adanya Allah tidak bermulasan dan tidak berkesudahan, karena adanya Allah itu mutlak. Dalam hal ini hukum kausalitas tidak berlaku pada zat Allah, Tuhan Yang Maha Agung . Firman Allah SWT dalam surat al Hadid ayat 3:

هُوَ الْأَوَّلُ وَالْآَخِرُ وَالظَّاهِرُ وَالْبَاطِنُ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ (3)

Dialah yang Awal dan yang akhir yang Zhahir dan yang Bathin; dan dia Maha mengetahui segala sesuatu.

Setelah Allah menyebutkan kuasa-Nya yang tak terbatas, kini Allah melalui ayat ini menjelaskan tentang wujud-Nya yang mutlak. Dialah Allah yang Awwal yang telah wujud sebelum segala sesuatu wujud sehingga tidak ada sesuatu pun yang mendahului-Nya dan yang Akhir yakni akan hidup selama-lamanya setelah segala sesuatu musnah dan hanya Dia yang Zhahir yang begitu jelas wujud-Nya melalui alam raya yang Dia ciptakan dan pembuktian logika dan rasa dan hanya Dia pula sendiri yang Bathin dzat dan Hakikat-Nya sehingga tidak dapat dijangkau, jangankan oleh mata tetapi juga oleh akal dan khayal dan Dia menyangkut segala sesuatu Maha mengetahui (Quraish, 2007, v 14; 8)

Dalam ayat ini Allah memeperkenalkan diri-Nya: Dialah sendiri yang awal yang telah wujud sebelum segala sesuatu wujud sehingga tidak ada yang mendahului-Nya dan Yang Akhir yakni yang akan hidup selama-lamanya setelah segala sesuatu musnah dan hanya Dia pula yang Zhahir yang begitu jelas.

(2). Baqa’ ( Kekal )

Allah wajib bersifat baqa’, maksudnya Allah itu wajib bersifat kekal, senantiasa ada dan tidak akan mengalami kebinasaan, firman Allah SWT dalam surat ar Rahman ayat 27:

وَيَبْقَى وَجْهُ رَبِّكَ ذُو الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ (27)

Dan tetap kekal Dzat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan.

Ayat tersebut diatas adalah merupakan dalil naqli tentang kekekalan Allah, adapun dalil aqli bahwa Allah SWT itu wajib bersifat baqa adalah sebagai berikut. Jika Allah itu tidak bersifat kekal, berarti Allah itu binasa atau berkesudahan. Jika Allah itu berkesudahan atau binasa, berarti Allah itu sama dengan makhluknya. Padahal Allah itu bukan makhluk yang diciptakan dan dibinasakan , tetapi Allah itu adalah khalik yang menciptakan dan membinasakan

(3). Mukhalafatu li al Hawaditsi ( Berbeda dengan Makhluk-Nya )

Menurut dalil aqli, sesuatu yang dibuat manusia tidak sama dengan pembuatnya. Begitu juga dengan Allah SWT sebagai pencipta ( Khalik ) tentu berbeda dengan hasil ciptaan-Nya ( Makhluk ). Maka wajib bagi Allah SWT bersifat mukhalafatu li al hawaditsi, artinya Allah SWT wajib berlainan atau berbeda dengan segala yang baru ( Makhluk ). Perbedaan antara Allah dan semua makhluk-Nya itu terdapat pada zat-Nya, sifat-Nya, dan perbuatan-Nya.

Salah satu perbedaan antara zat Allah dan semua makhluk-Nya ialah zat Allah ada dengan sendiri-Nya, sedangkan adanya semua makhluk Allah karena ada yang mengadakan. Segala sifat Allah berlainan dengan segala sifat makhluk-Nya. Manusia sebagai makhluk Allah memiliki sifat berkuasa, berkehendak, mengetahui, hidup, mendengar, melihat, dan berkata-kata. Sifat-sifat tersebut tampaknya sama seperti yang terdapat pada Allah SWT, akan tetapi, persamaan sifat manusia dengan sifat Allah tersebut hanya dalam sebutan saja, sedangkan pada hakikatnya berbeda.

Demikian juga segala perbuatan Allah berbeda dengan segala perbuatan makhluk-Nya. Apa yang di ciptakan Allah berlainan dengan apa yang di ciptakan makhluk-Nya. Jika Allah menciptakan sesuatu yang dikehendaki-Nya, Dia tidak membutuhkan siapa pun dan apa pun. Sebaliknya, apabila makhluk Allah membuat sesuatu yang dikehendakinya , ia membutuhkan bahan lain selain dari dirinya. Semua yang dibuat manusia menggunakan bahan-bahan yang telah disediakan Allah SWT. Allah SWT berfirman dalam surat al Syura ayat 11:

أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا وَمِنَ الْأَنْعَامِ أَزْوَاجًا يَذْرَؤُكُمْ فِيهِ لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ (11)

(Dia) Pencipta langit dan bumi. dia menjadikan bagi kamu dari jenis kamu sendiri pasangan-pasangan dan dari jenis binatang ternak pasangan- pasangan (pula), dijadikan-Nya kamu berkembang biak dengan jalan itu. tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha mendengar dan Melihat.

Ayat tersebut diatas menjelaskan bahwasanya Allah SWT wajib bersifat Mukhalafatu li al hawaditsi. Adapun dalil aqlinya jika Allah tidak bersifat Mukhalafatu li al hawaditsi, berarti Allah itu bersifat mumasalatu li al hawaditsi atau bersifat sama dengan makhluk-Nya. Mustahil Allah sama dengan makhluk-Nya. Jika Allah sama dengan makhluk-Nya berarti Allah itu makhluk. Padahal Allah itu khalik.

(4). Qiyamuhu binafsihi ( berdiri sendiri )

Hanya Allahlah yang mengurus makhluk-Nya secara terus menerus. Dia tidak pernah merasa berat, Allah mengetahui yang lahir dan yang batin. Dia berkuasa mandiri, tak pernah membutuhkan bantuan orang lain.Maka wajib bagi Allah bersifat qiyamuhu binafsihi artinya berdiri sendiri dan mustahil bagi-Nya bersifat ikhtiyaju ligairihi, artinya membutuhkan kepada yang selain-Nya. Firman Allah SWT dalam surat al Baqarah ayat 255:

اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ لَا تَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَلَا نَوْمٌ لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ مَنْ ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلَّا بِإِذْنِهِ يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ وَلَا يُحِيطُونَ بِشَيْءٍ مِنْ عِلْمِهِ إِلَّا بِمَا شَاءَ وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَلَا يَئُودُهُ حِفْظُهُمَا وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيمُ (255)

Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan dia yang hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi, tiada yang dapat memberi syafa'at di sisi Allah tanpa izin-Nya? Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi[161] Allah meliputi langit dan bumi. dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha besar.

Di dalam ayat yang lain Allah berfirman dalam surat Fathir ayat 15:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَنْتُمُ الْفُقَرَاءُ إِلَى اللَّهِ وَاللَّهُ هُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيدُ (15)

Hai manusia, kamulah yang berkehendak kepada Allah; dan Allah dialah yang Maha Kaya (Tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji.

Dari ayat-ayat Alquran tersebut dapat dipahami, bahwa di dalam mencipta dan mengurus alam semesta, Allah SWT tidak membutuhkan bantuan kepada sesuatu apa pun selain diri-Nya. Namun sebaliknya makhluklah yang sebenarnya selalu membutuhkan pertolongan Allah dalam segala hal

(5). Wahdaniyah ( Esa )

Islam menetapkan, bahwa keesaan Allah meliputi keesaan ketuhanan. Maka tidak ada Tuhan yang menciptakan, mengelola dan melaksanakan segala sesuatu melainkan Dia. Wahdaniyah artinya satu atau esa. Kalau kita perhatikan alam semesta dan segala isinya, bumi, bulan, matahari, dan planet-planet lainnya berjalan begitu rapi tidak ada yang berbenturan. Hal ini menunjukkan bahwa perjalanan itu menurut sunatullah atau disebut hukum alam.

Hanya Allah saja yang membuat, memelihara, dan mengaturnya sedemikian rapi. Manusia tidak bias membuat atau mengubahnya. Semua itu menunjkkan bahwa yang menciptakannya adalah satu, yaitu Allah. Firman Allah SWT dalam surat Ali Imran ayat 26:

قُلِ اللَّهُمَّ مَالِكَ الْمُلْكِ تُؤْتِي الْمُلْكَ مَنْ تَشَاءُ وَتَنْزِعُ الْمُلْكَ مِمَّنْ تَشَاءُ وَتُعِزُّ مَنْ تَشَاءُ وَتُذِلُّ مَنْ تَشَاءُ بِيَدِكَ الْخَيْرُ إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ (26)

Katakanlah: "Wahai Tuhan yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.

Kerusakanlah yang terjadi kalau ada beberapa Tuhan. Kalau demikian wajib bagi Allah bersifat wahdaniyah artinya Allah itu esa atau satu. Esa dalam sifat-Nya, zat-Nya, dan mustahil bagi Allah bersifat taadud ( berbilang. Firman Allah SWT dalam surat Ikhlasa ayat 1-4:

قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ (1) اللَّهُ الصَّمَدُ (2) لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ (3) وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ (4)

Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan, Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia."

Kata Ahad/ Esa terambil dari akar kata وحدة yang artinya kesatuan seperti juga kata واحد yang beraarti satu. Kata ahad bisa berfugsi sebagai nama dan bisa juga berfungsi sebagai sifat bagi sesuatu. Apabila ia berkedudukan sebagai sifat, maka ia hanya digunakan untuk Allah SWT. Dalam ayat ini kata ahad berfungsi sebagai sifat Allah dalam arti bahwa Allah memiliki sifat tersendiri yang tidak dimiliki oleh selain-Nya.

Ke Esaan dzat mengendung pengertian bahwa seseorang percaya bahwa Allah tidak terdiri dari unsur-unsur atau bagian-bagian. Karena jika Allah terdiri dari dua unsure sekecil apapun unsure itu maka berarti Ia masih membutuhkan itu dan ini adalah sifat yang mustahil bagi Allah. Pengesaan Allah terdiri dari keesaan sifat, keesaan dalam perpbuatan dan keesaan dalam beribadah kepadaNya. (Shihab, 2007, v.14; 607-611)

c. Sifat Ma’ani

Sifat ma’ani ialah sifat ma’na, yaitu memastikan yang disifati itu bersifat dengan sifat tersebut. Sifat salbiyah ada tujuh yaitu :

(1). Qudrat ( yang Berkuasa )

Allah bersifat qudrat yang artinya kuasa, dapat berbuat apa saja yang dikehendaki-Nya, tidak ada yang menyamai kekuasaan-Nya. Ketika manusia diberi tanggung jawab untuk mengatur dan memanfaatkan serta memakmurkan bumi, bukan berarti Allah tidak berkuasa untuk melakukannya. Allah berkuasa menciptakan alam, memelihara dan mengaturnya. Firman Allah SWT dalam surat Anbiya' ayat 22:

لَوْ كَانَ فِيهِمَا آَلِهَةٌ إِلَّا اللَّهُ لَفَسَدَتَا فَسُبْحَانَ اللَّهِ رَبِّ الْعَرْشِ عَمَّا يَصِفُونَ (22)

Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu Telah rusak binasa. Maka Maha Suci Allah yang mempunyai 'Arsy daripada apa yang mereka sifatkan.

Ayat tersebut diatas menerangkan kekuasaan Allah itu Maha Sempurna, tidak terbatas dan mutlak. Tidak ada zat selain Allah (makhluk) yang memiliki kekuasaan sama dengan Allah apalagi melebihi. Bahkan kekuasaan yang dimiliki oleh makhluk Allah sebenarnya merupakan anugerah dari Allah SWT. Jika Allah berkehendak mencabut kekuasaan yang terdapat pada makhluk-Nya, tidak seorangpun dapat menghalangi-Nya.

Bukti-bukti keMahakuasaan Allah itu terdapat dalam alam semesta dan segala isinya, baik dalam hal mewujudkannya dan mengurusnya, maupun dalam hal membinasakannya, karena itu wajib bagi-Nya bersifat qudrat. Mustahil Allah bersifat ajzun yang artinya lemah.

(2). Iradah ( Maha Berkehendak )

Kekuasaan Allah Maha mutlak, tidak terbatas, dan Maha mengatur sekalian alam yang tampak maupun yang tidak tampak ( gaib ) serta tidak diatur atau dipaksa oleh siapapun.

Allah SWT Maha Berkehendak, maksudnya kehendak Allah itu Maha Sempurna, tidak terbatas dan mutlak. Allah SWT dalam mencipta dan mengurus alam semesta, semata-mata berdasarkan kehendak-Nya, bukan karena dipaksa atau terpaksa.

Sifat iradah Allah SWT sangat erat hubungannya dengan sifat qudranya. Seisi alam semesta ini diciptakan oleh Allah SWT semata-semata karena kehendaknya. Tidak ada sesuatu selain yang dapat menghalangi kehendak dan kekuasaan Allah, jika Allah SWT menghendaki atau menciptakan sesuatu cukup mengatakan kun, “jadilah “ fayakun “ maka terjadilah sesuatu yang dikehendaki-Nya sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Yasin ayat 82:

إِنَّمَا أَمْرُهُ إِذَا أَرَادَ شَيْئًا أَنْ يَقُولَ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ (82)

Sesungguhnya keadaan-Nya apabila dia menghendaki sesuatu hanyalah Berkata kepadanya: "Jadilah!" Maka terjadilah ia.

Manusia diciptakan oleh Allah menjadi makhluk yang paling sempurna dan paling mulia dibandingkan dengan makhluk lainnya adalah sudah menjadi airadah (kehendak) Allah SWT, adanya perbedaan diantara makhluk ciptaan Allah adalah sudah menjadi kehendak-Nya sebagaimana firman Allah dalam surat al Maidah 1:

َا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا أَوْفُوا بِالْعُقُودِ أُحِلَّتْ لَكُمْ بَهِيمَةُ الْأَنْعَامِ إِلَّا مَا يُتْلَى عَلَيْكُمْ غَيْرَ مُحِلِّي الصَّيْدِ وَأَنْتُمْ حُرُمٌ إِنَّ اللَّهَ يَحْكُمُ مَا يُرِيدُ (1)

Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu[388]. dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya.

Menurut ayat diatas cukup jelas bahwa Allah wajib bersifat Iradah (berkehendak) dan mustahil bagi Allah bersifat karahah (terpaksa).

(3). Ilmu ( Maha Mengetahui )

Allah SWT itu Maha Mengetahui, pengetahuan Alah itu Maha Sempurna dan tidak terbatas. Allah SWT mengetahui segalanya tanpa dibatasi oleh waktu dan ruang, Allah SWT senantiasa mengetahui segala sesuatu yang akan dan sudah terjadi pada setiap ciptaan-Nya, baik yang nyata maupun yang gaib. Singkatny Allah SWT, mengetahui segala isi alam semesta. Akal sehat tidak akan memerima (mustahil ) Allah itu bersifat tidak mengetahui atau bodoh.Allah SWT berfirman dalam surat al Mujadalah ayat 1:

َا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا أَوْفُوا بِالْعُقُودِ أُحِلَّتْ لَكُمْ بَهِيمَةُ الْأَنْعَامِ إِلَّا مَا يُتْلَى عَلَيْكُمْ غَيْرَ مُحِلِّي الصَّيْدِ وَأَنْتُمْ

حُرُمٌ إِنَّ اللَّهَ يَحْكُمُ مَا يُرِيدُ (1)

Tidakkah kamu perhatikan, bahwa Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ada di langit dan di bumi? tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dia-lah keempatnya. dan tiada (pembicaraan antara) lima orang, melainkan Dia-lah keenamnya. dan tiada (pula) pembicaraan antara jumlah yang kurang dari itu atau lebih banyak, melainkan dia berada bersama mereka di manapun mereka berada. Kemudian dia akan memberitahukan kepada mereka pada hari kiamat apa yang Telah mereka kerjakan. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu.

Dari beberapa ayat tersebut, jelaslah bahwa Allah SWT adalah Maha berilmu dan sumber ilmu. Ilmu yang dimiliki oleh manusia pada hakikatnya merupakan anugrah/pemberian dari Allah SWT, ilmu yang dimiliki manusia tidak ada artinya apabila dibandingkan dengan ilmu Allah SWT. Allah SWT berfirman

(4). Hayat ( Maha Hidup )

Bagi Allah SWT zat yang Maha Hidup. Hidup tidak berakhir dengan kematian, karena mati hanyalah menjadi milik makhluk yang diciptakan. Allah ada dengan sendirinya dan kekal adanya. Hidup Allah SWT tidak berpermulaan dan tidak berkesudahan. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat al Baqarah:

اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ لَا تَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَلَا نَوْمٌ لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ مَنْ ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلَّا بِإِذْنِهِ يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ وَلَا يُحِيطُونَ بِشَيْءٍ مِنْ عِلْمِهِ إِلَّا بِمَا شَاءَ وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَلَا يَئُودُهُ حِفْظُهُمَا وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيمُ (255)

Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan dia yang hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi, tiada yang dapat memberi syafa'at di sisi Allah tanpa izin-Nya? Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi[161] Allah meliputi langit dan bumi. dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha besar.

Dari petikan ayat tersebut, jelaslah bahwa Allah SWT bersifat hayat atau hidup, menurut akal sehat mustail sesuatu yang mati dapat mencipta, mengatur, dan mengendalikan sesuatu yang lain. Dengan demikian wajib bagi Allah SWT bersifat hayat, artinya hidup, mustahil bagi Allah SWT bersifat maut artinya mati. Allah Maha Hidup dan memberi kehidupan pada makhluk-Nya serta mencabut kembali kehidupan itu dari siapa yang dikehendaki-Nya. Firman Allah SWT :

(5). Sama’ (Maha Mendengar )

Allah bersifat sama’ artinya bahwa Allah adalah Maha Mendengar terhadap segala sesuatu, baik yang diucapkan makhluk-Nya maupun yang masih dalam bisikan hati nurani. Firman Allah SWT dalam surat al Baqarah ayat 127:

وَإِذْ يَرْفَعُ إِبْرَاهِيمُ الْقَوَاعِدَ مِنَ الْبَيْتِ وَإِسْمَاعِيلُ رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ (127)

Dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama Ismail (seraya berdoa): "Ya Tuhan kami terimalah daripada kami (amalan kami), Sesungguhnya Engkaulah yang Maha mendengar lagi Maha Mengetahui".

Pendengaran Allah berbeda dengan pendengaran manusia, baik bentuk maupun daya jangkauannya, sesuai dengan sifat Allah mukhalatu lil haditsi. Karena manusia hanya dapat mendengar sebatas yang dapat dijangkaunya saja. Walaupun kalau kita perhatikan di abad yang serba modern ini orang bisa bercakap-cakap dari jarak jauh melalui komunikasi, tetapi pendengaran manusia tetap terbatas oleh kemampuan peralatan yang digunakan. Tidak demikian dengan Allah SWT, dia selalu mendengarkan suara hati semua manusia di bumi ini tanpa kecuali. Bagi orang yang beriman kepada Allah SWT niscaya akan merasa senang dan tenang karena tidak khawatir bahwa doa atau permohonannya tidak akan didengar oleh Allah. Allah SWT sangat dekat dan Maha Mendengar. Sebagaimana firman Allah SWT surat al Maidah ayat 76:

أَتَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لَا يَمْلِكُ لَكُمْ ضَرًّا وَلَا نَفْعًا وَاللَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ (76)

Katakanlah: "Mengapa kamu menyembah selain daripada Allah, sesuatu yang tidak dapat memberi mudharat kepadamu dan tidak (pula) memberi manfaat?" dan Allah-lah yang Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.

Dengan demikian, maka wajib bagi setiap Muslim beriman bahwa Allah SWT bersifat sama’ artinya Maha Mendengar, mustahil Allah SWT bersifat summu artinya tuli. Oleh karena itu manusia dituntut untuk berbicara, bertingkah laku, berpikir, dan beriktikad baik, serta dituntut untuk selalu ingat kepada Allah SWT dalam situasi dan kondisi bagaimanapun, karena Allah SWT selalu mendengar segala ucapan dan gerak gerik kita.

(6). Bashar ( Maha Melihat )

Allah SWT bersifat Maha Melihat. Cara Allah melihat berbeda dengan cara melihat makhluk-Nya. Contohnya manusia melihat dengan mata, sedangkan mata manusia dalam melihat memiliki keterbatasan dan kekurangan. Allah SWT melihat segala sesuatu tidak dengan mata sebagaimana mata yang dimiliki manusia.

Melihatnya Allah SWT Maha Sempurna tidak terbatas oleh ruang dan waktu. Allah SWT dapat melihat semua sikap dan perbuatan manusia, baik yang terang-terangan maupun yang tersembunyi, yang dikerjakan sendiri-sendiri maupun yang dikerjakan secara berjamaah (ramai-ramai ) sebagai mana firman Allah SWT :

إِنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ غَيْبَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاللَّهُ بَصِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ (18)

Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ghaib di langit dan bumi. dan Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan.

Bagi orang yang beriman dimanapun ia berada senantiasa merasa diawasi oleh Yang Maha Melihat baik siang maupun malam, di tempat ramai maupun di tempat sepi, sebab Allah SWT tidak memiliki sifat umyun ( buta )

(7). Kalam ( Maha Berfirman )

Allah SWT berrsifat kalam, artinya Maha Berfirman yang tidak ada batasnya, sebagai petunjuk bagi manusia, firman Allah SWT :

إِلَّا الَّذِينَ تَابُوا وَأَصْلَحُوا وَاعْتَصَمُوا بِاللَّهِ وَأَخْلَصُوا دِينَهُمْ لِلَّهِ فَأُولَئِكَ

مَعَ الْمُؤْمِنِينَ وَسَوْفَ يُؤْتِ اللَّهُ الْمُؤْمِنِينَ أَجْرًا عَظِيمًا (146)

Kecuali orang-orang yang Taubat dan mengadakan perbaikan[369] dan berpegang teguh pada (agama) Allah dan tulus ikhlas (mengerjakan) agama mereka Karena Allah. Maka mereka itu adalah bersama-sama orang yang beriman dan kelak Allah akan memberikan kepada orang-orang yang beriman pahala yang besar.

Cara Allah SWT berfirman berbeda dengan cara manusia berkata. Manusia berkata dengan menggunakan mulut atau alat ucap lainnya, sedangkan Allah SWT berfirman tidak dengan mulut dan alat ucap lainnya yang biasa dipergunakan manusia. Cara Allah SWT berfirman Maha Sempurna, tidak ada kekurangan ayaupun cacat dan celanya.

Alquran adalah merupakan kumpulan firman-firman Allah SWT, yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw melalui malaikat Jibril untuk dijadikan pedoman hidup umat manusia. Dengan membaca dan meMahami Alquran, umat manusia dapat mengetahui mana firman Allah yang berisi perintah yang wajib dikerjakan dan mana firman Allah yang berisi larangan yang harus dijauhi.

d. Sifat Ma’nawiyah

Sifat ma’nawiyah ialah sifat yang bergantung dan berhubungan dengan sifat ma’ani. Tiap-tiap ma’ani tentu ada sifat ma’nawiyah, karena itu maka lazim disebut sifat ma’nawiyah. Ma’nawiyah ialah kelanjutan daripada sifat ma’ani dan bukan merupakan sifat tersendiri. Sifat ma’nawiyah ada tujuh yaitu :

a. Qadiran ( Maha Kuasa )

b. Muridan ( Maha Berkehendak )

c. Aliman ( Maha Mengetahui )

d. Hayyan ( Maha Hidup )

e. Sam’an ( Maha Mendengar )

f. Bashiran ( Maha Melihat )

g. Mutakalliman ( Maha berfirman )

2 komentar:

Guru BK-Ku mengatakan...

nice article :) thanks

rizky mengatakan...

makasih penjelasannya yg gamblang :)
Portal Bersama

Posting Komentar