LETAK KERAJAAN SRIWIJAYA YANG BELUM JELAS

Sejarah kerajaan Sriwijaya memang merupakan topic menarik untum dibicarakan. Telah berpuluh sarjana membahas berbagai segi karajaan itu. Tetapi masih saja banyak masalah yang hingga kini menimbilkan pertentangan pendapat para ahli.
Hal itu untara lain, disebabkan kurangnya sumbar untuk penulisan sejarah kerajaan srieijaya apabila dibandingkan dengan rentang waktu ekstensinnya dari abad 7 sd abad ke 12. Lain dari itu, penafsiran sumber- sumber terbebut sendiri sering kali menimbulkan berbagai permaslahan.
Prasasti ini biasanya merupakan sumber utama tidak banyak jumlahnya, dan itupun tersebar secara sporadis dalam beberapa kurun waktu. Yang tebanyak dari akhir abad ke 7 masehi, seperti prasasti Kedukan bukit tahun 682 M , prasasti Talang Tuo (684), prasasti kota kapur (686 M ).
Dari abad sesudah tercatat Prasasti Bawang atau Hujung langit(997M), Prasasti pada arca Lokanatha dari gunung tua Tapanuli (1024M), dan prasasti pada sebuah makara dari solok sipin jambi (1064M).
Peninggalan candi penting ialah kelompok Candi Muara Takus dan Muara Jambi. Tapi masalahnya, penaggalannya hingga kini belum terpecahkan dengan memuaskan.
Selain itu, ada juga beberapa prasasti menganai kerajaan sriwijaya yang terdapat di luar Indonesia. Yaitu prasasti Ligor A (775M), Prasasti Ligor B dan prasasti Nalanda dari pertengahan abad 9, serta beberapa prasasti dari raja-raja Cola di India dari abad ke-11 M.
Berita-berita itu dari Arab dan Cina, yang juga merupakan sumber luar negeri amat penting, membawa permasalahan sendiri pul. Dalam berita-berita Arab pada abad 9 sudah muncul kerajaan yang disebut Zabaj dan Sarbaza atau Sribuza. Kedua nama itu diidentifikasikan sebagai Sriwijaya., Sekalipun Zabaj sebenarnya merupakn tempat transkripsi dari Jawaka. Sayang berita-berita Arab itu banyak yang berasal sumber kedua.
Lain halnya dengan berita-berita Cina. Berita-berita itu kebanyakan dibuat para pendeta Cina yang dalam perjalanan dari Cina ke India atau sebaliknya, singgah dan berdiam beberapa waktu di Sriwijaya. Selain itu berita-berita tentang sriwijaya juga buat para pejabat yang memcatat keterangan utusan Kerjaan Sriwijaya yang datang ke Cina dengan demikian, berita-berita itu sering akurat.
Kesulitan yang dihadapi sejarawan adalah dalam merekonstruksikan nama orang, temapt/ kerajaan, dan melokalisasikannya. Stanislav Julien pernah menulis karangan tentang metode merekonstruksikan lafal asli nama-nama itu.
Tetapi metode itu sering tidak dapat dipakai, karena yang dipergunakan sebagai dasar adalah nama-nama yang terdapat dalam naskah-naskah Cina yang merupakan terjemahan dari naskah keagamaan bahasa Sangsekerta Contohnya, nama yang ditranslasikan dengan lafal mandarin menjadi Mo-Ho-Sin, menurut sejarawan lain, B. Karlgen, lafal kunonya ialah muok-xa-sien. Kemungkinan rekonstruksinya ialah Muakhasin.
Bertolak dari situ kami akan memberikan beberapa catatan atas karya Nyonya Nia Kurnia Sholihat Irfan. Pertama-tama mengenai lokasi pusat kerajaan sriwijaya. Dalam hal ini, Prasasti telaga Batu, yang berisi persumpahan terhadap barang siapa yang mendurhaka terhadap raja Sriwijaya, memberi petunjuk yang kuat. Karena di antara yang mendapat ancaman itu putra mahkota, pejabat tinggi sipil militer, penguasa daerah, dan , dan para abdi raja, maka prasasti itu tidak boleh tidak berdiri di suatu tempat keramat di ibu kota kerajaan – tidak jauh dari istana raja. Dengan perkataan lain, selama prasasti Telaga Batu itu berfungsi, pusat Kerajaan Sriwijaya ada di palembang.
Tetapi apakah selama ada di Palembang? Tidakkah seperti halnya kerajaan kuno lain, baik di Asia Tenggara Daratan maupun Kepulauan Nusantara, pusat kerajaan itu berpindah-pindah karena berbagai sebab? Apakah kota berbenteng (wanua), yang dibuat Raja Dapunta Hiyang sebagai ibu kota kedua kerjaan Sriwijaya, adalah Palembangperlu dipermasalahkan lagi Sekalipun masuk akal bahwa kota itu merupakan lokasi Prasasti kedukan Bukit ditemukan , toh perlu dicatat bahwa tidak ada yang tahu pasti tempat asal prasasti itu.
Juga penafsiran lokasi Minanga, tempat Dapunta Huyang bertolak dengan tentaranya, amatmenentukan dalam masalah pusat kerajaan Sriwijaya. Mengenai lokasi Minanga, Nia- Sebagiamana Prof. Slametmijiana- lebih condong menempatkannya di Binanga – disekitar Sungai Barumun. Tetapi argumentasi yang dikemukakannya tentang perubahan ma menjadi ba menyalai kaidah ilmu liguistik. Padanan awalan mar dalam bahasa melayu kuno adalah me dalam bahasa Indonesia sekarang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar