Sebab-sebab Timbulnya Revolusi Industri

Revolusi Industri untuk kali pertamanya muncul di Inggris. Mengapa muncul
di Inggris? Banyak faktor yang mempengaruhinya. Adapun faktor-faktornya
yang menyebabkannya adalah sebagai berikut.
1. Situasi politik yang stabil. Adanya Revolusi Glorius tahun 1688 yang
   mengharuskan raja bersumpah setia kepada Bill of Right sehingga raja
   tunduk kepada undang-undang dan hanya menarik pajak berdasarkan atas
   persejutuan parlemen.
2. Inggris kaya bahan tambang, seperti batu bara, biji besi, timah, dan kaolin.
   Di samping itu, wol juga yang sangat menunjang industri tekstil.
3. Adanya penemuan baru di bidang teknologi yang dapat mempermudah
    cara kerja dan meningkatkan hasil produksi, misalnya alat-alat pemintal,
    mesin tenun, mesin uap, dan sebagainya.
4. Kemakmuran Inggris akibat majunya pelayaran dan perdagangan sehingga
    dapat menyediakan modal yang besar untuk bidang usaha. Di samping itu,
    di Inggris juga tersedia bahan mentah yang cukup karena Inggris mem-
    punyai banyak daerah jajahan yang menghasilkan bahan mentah tersebut.
5. Pemerintah memberikan perlindungan hukum terhadap hasil-hasil pene-
    muan baru (hak paten) sehingga mendorong kegiatan penelitian ilmiah.
    Lebih-lebih setelah dibentuknya lembaga ilmiah Royal Society for Improving
    Natural Knowledge maka perkembangan teknologi dan industri bertambah
   maju.
6. Arus urbanisasi yang besar akibat Revolusi Agraria di pedesaan mendorong
     pemerintah Inggris untuk membuka industri yang lebih banyak agar dapat menampung mereka.

Pengaruh India di Bali

Pengaruh India di Bali biasanya dihubungkan dengan kelahiran dan
berkembangnya berbagai sekte, mulai dari sekte Sambu, Brahma, Indra,
Wisnu (Waesnawa), Bayu dan Kala. Sekte-sekte tersebut mengalami
interaksi dengan kepercayaan lokal di Bali. Interaksi antara berbagai sektedengan kepercayaan lokal menyebabkan paham keagamaan yang terbangun
tidak sepenuhnya bertahan dalam bentuk aslinya (autentisitas) melainkan
mengalami proses silang budaya dengan kepercayaan lokal.
Selain menghadapi pengalaman dengan kepercayaan lokal, paham
keagamaan yang bersendikan pada sekte hidup dalam pluralitas yang bisa
saja berakhir dengan benturan-benturan paham keagamaan. Keberagaman
sekte-sekte itu kemudian diakomodasi dalam konsep Tri Kahyangan oleh
Mpu Kuturan ( Senapati Pakiran-kiran I Jero Makabehan) sekitar 923 Saka.
Selain kehadiran sekte-sekte, pengaruh India juga terlihat dari beberapa
konsep sebagai berikut.

1. Konsep Pakraman
Konsep pakraman pada dasarnya adalah sebuah tatanan masyarakat
yang hidup dalam tradisi India. Tatanan itu disebut dengan Grama yang
artinya tatanan (sekarang di India disebut Grama Penchayat). Di Bali,
istilah grama ini diterima menjadi krama dan selanjutnya menjadi
pakraman. Dengan demikian, sistem sosial Bali Kuno merupakan
reproduksi tatanan sosial di India.

2. Legenda dan Mitologi
Ada beberapa legenda dan mitologi yang berkembang secara historis
pada masa Jawa/ Bali Kuno.
a. Legenda Aji Saka, yang mengisahkan bagaimana seorang keturunan
Brahmana dari India dan menetap di Medang Kemulan. Aji Saka
kemudian dikisahkan bisa membangun ketertiban dan peradaban
setelah mengalahkan Prabu Baka yang berwatak raksasa (tidak
beradab).
b. Kisah kedua tercantum dalam kitab Tantu Pagelaran yang
menceritakan asal mula Batara Guru yang pergi bersemadi di
Gunung Dieng untuk meminta kepada Brahma dan Wisnu agar Pulau
Jawa diberi penghuni. Akhirnya, Brahma menciptakan kaum laki-
laki dan Wisnu menciptakan kaum perempuan. Selain itu dikisahkan
juga semua dewa menetap di bumi baru itu dan memindahkan
Gunung Meru dari Jambhu Dwipa. Sejak itu gunung yang disebut
pinkalalingganingbhuwana itu tertanam di Pulau Jawa.
c. Kisah legenda ketiga adalah kedatangan Dinasti Warmadewa yang
lebih dihubungkan dengan India dibandingkan dengan Jawa.
Walaupun hubungan dengan Jawa akhirnya terbangun ketika putra
Udayana, yang bernama Airlangga menjadi menantu Raja
Dharmawangsa Teguh Ananta Wikrama di Pulau Jawa dan
kemudian memegang kekuasaan atas Pulau Jawa.

FAKTOR-FAKTOR RUNTUHNYA KERAJAAN BERCORAK HINDU BUDHA

Perkembangan pengaruh agama hindu budha cukup besar, karena dapat mempengaruhi seluruh sektor kehidupan masyarakat . Kurang lebih pengaruh hindu budaha di Indonesia selama 1000 tahun atau 10 abad. Ini semua bisa dilihat dengan munculnya kerajaan-kerajaan bercorak hindu budha dari kerajaan kutai sampai yang terakhir yaitu majapahit. Penyebab runtuhnya kerajaan bercorak hindubudha antara lain :

1. Terdesaknya kerajaan-kerajaan sebagai akibat munculnya kerajaan yang lebih besar dan lebih kuat.

2. Tidak ada peralihan kepemimpinan atau kaderisasi seperti yang terjadi pada zaman majapahit.

3. Berlangsungnya perang saudara yang justru melemahkan kekuasaan kerajaan, seperti yang terjadi pada kerajaan syailendra dan Majapahit.

4. Banyak daerah yang melepaskan diri akibat lemahnya pengawasan pemerintah pusat dan raja-raja bawahanmembangun sebuah kerajaan yang merdeka serta tidak terikat lagi oleh pemerintah pusat.

5. Kemunduran ekonomi perdagangan. Akibat kelemahan pemerintah pusat, masalah perekonomian dan perdagangan diambil ailh oleh para pedagang melayu dan Islam.

6. Tersiarnya agama dan budaya islam yang mudah diterima para adipati di daerah
pesisir. Hal ini membeuat mereka merasa tidak terikat lagi dengan pemerintahan kerajaan pusat seperti pada masa kekuasaan kerajaan majapahit.

Setelah kerajaan hindu budha runtuh tapi kebudayaan hindu buda tidak hilang begitu saja hal ini bisa dilihat masyarakat jawa masih melakukan upacara sesaji ke sawah, punden dan upacara persembahan kepada penguasa laut kidul dan lain sebagainya. Dan tradisi hindu budha masih kental dan sepenuhnya dilakukan di bali. Orang-orang bali ini adalah pindahan orang-orang majapahit dan masih memegang teguh kepercayaannya.
Tetapi tidak seluruh pulau Indonesia marasakan kebudayaan hindu budha. Padahal ada dua kerajaan nasional yaitu sriwijaya dan majapahit menguasai seluruh daerah Indonesia tetapi mereka hanya menguasai politik dan ekonominya saja dan tidak menyebar luaskan agamanya. Jadi pada waktu daerah tersebut melepaskan diri dari kekuasaan kerajaan itu akan kembali kepada kebisaan yang lama. Adapaun pulau Indonesia yang tidak terjamah kebudayaan hindi budha yaitu pulau Sulawesi, Maluku , Irian dan kepulaluan Nusa Tenggara Timur

LETAK KERAJAAN SRIWIJAYA YANG BELUM JELAS

Sejarah kerajaan Sriwijaya memang merupakan topic menarik untum dibicarakan. Telah berpuluh sarjana membahas berbagai segi karajaan itu. Tetapi masih saja banyak masalah yang hingga kini menimbilkan pertentangan pendapat para ahli.
Hal itu untara lain, disebabkan kurangnya sumbar untuk penulisan sejarah kerajaan srieijaya apabila dibandingkan dengan rentang waktu ekstensinnya dari abad 7 sd abad ke 12. Lain dari itu, penafsiran sumber- sumber terbebut sendiri sering kali menimbulkan berbagai permaslahan.
Prasasti ini biasanya merupakan sumber utama tidak banyak jumlahnya, dan itupun tersebar secara sporadis dalam beberapa kurun waktu. Yang tebanyak dari akhir abad ke 7 masehi, seperti prasasti Kedukan bukit tahun 682 M , prasasti Talang Tuo (684), prasasti kota kapur (686 M ).
Dari abad sesudah tercatat Prasasti Bawang atau Hujung langit(997M), Prasasti pada arca Lokanatha dari gunung tua Tapanuli (1024M), dan prasasti pada sebuah makara dari solok sipin jambi (1064M).
Peninggalan candi penting ialah kelompok Candi Muara Takus dan Muara Jambi. Tapi masalahnya, penaggalannya hingga kini belum terpecahkan dengan memuaskan.
Selain itu, ada juga beberapa prasasti menganai kerajaan sriwijaya yang terdapat di luar Indonesia. Yaitu prasasti Ligor A (775M), Prasasti Ligor B dan prasasti Nalanda dari pertengahan abad 9, serta beberapa prasasti dari raja-raja Cola di India dari abad ke-11 M.
Berita-berita itu dari Arab dan Cina, yang juga merupakan sumber luar negeri amat penting, membawa permasalahan sendiri pul. Dalam berita-berita Arab pada abad 9 sudah muncul kerajaan yang disebut Zabaj dan Sarbaza atau Sribuza. Kedua nama itu diidentifikasikan sebagai Sriwijaya., Sekalipun Zabaj sebenarnya merupakn tempat transkripsi dari Jawaka. Sayang berita-berita Arab itu banyak yang berasal sumber kedua.
Lain halnya dengan berita-berita Cina. Berita-berita itu kebanyakan dibuat para pendeta Cina yang dalam perjalanan dari Cina ke India atau sebaliknya, singgah dan berdiam beberapa waktu di Sriwijaya. Selain itu berita-berita tentang sriwijaya juga buat para pejabat yang memcatat keterangan utusan Kerjaan Sriwijaya yang datang ke Cina dengan demikian, berita-berita itu sering akurat.
Kesulitan yang dihadapi sejarawan adalah dalam merekonstruksikan nama orang, temapt/ kerajaan, dan melokalisasikannya. Stanislav Julien pernah menulis karangan tentang metode merekonstruksikan lafal asli nama-nama itu.
Tetapi metode itu sering tidak dapat dipakai, karena yang dipergunakan sebagai dasar adalah nama-nama yang terdapat dalam naskah-naskah Cina yang merupakan terjemahan dari naskah keagamaan bahasa Sangsekerta Contohnya, nama yang ditranslasikan dengan lafal mandarin menjadi Mo-Ho-Sin, menurut sejarawan lain, B. Karlgen, lafal kunonya ialah muok-xa-sien. Kemungkinan rekonstruksinya ialah Muakhasin.
Bertolak dari situ kami akan memberikan beberapa catatan atas karya Nyonya Nia Kurnia Sholihat Irfan. Pertama-tama mengenai lokasi pusat kerajaan sriwijaya. Dalam hal ini, Prasasti telaga Batu, yang berisi persumpahan terhadap barang siapa yang mendurhaka terhadap raja Sriwijaya, memberi petunjuk yang kuat. Karena di antara yang mendapat ancaman itu putra mahkota, pejabat tinggi sipil militer, penguasa daerah, dan , dan para abdi raja, maka prasasti itu tidak boleh tidak berdiri di suatu tempat keramat di ibu kota kerajaan – tidak jauh dari istana raja. Dengan perkataan lain, selama prasasti Telaga Batu itu berfungsi, pusat Kerajaan Sriwijaya ada di palembang.
Tetapi apakah selama ada di Palembang? Tidakkah seperti halnya kerajaan kuno lain, baik di Asia Tenggara Daratan maupun Kepulauan Nusantara, pusat kerajaan itu berpindah-pindah karena berbagai sebab? Apakah kota berbenteng (wanua), yang dibuat Raja Dapunta Hiyang sebagai ibu kota kedua kerjaan Sriwijaya, adalah Palembangperlu dipermasalahkan lagi Sekalipun masuk akal bahwa kota itu merupakan lokasi Prasasti kedukan Bukit ditemukan , toh perlu dicatat bahwa tidak ada yang tahu pasti tempat asal prasasti itu.
Juga penafsiran lokasi Minanga, tempat Dapunta Huyang bertolak dengan tentaranya, amatmenentukan dalam masalah pusat kerajaan Sriwijaya. Mengenai lokasi Minanga, Nia- Sebagiamana Prof. Slametmijiana- lebih condong menempatkannya di Binanga – disekitar Sungai Barumun. Tetapi argumentasi yang dikemukakannya tentang perubahan ma menjadi ba menyalai kaidah ilmu liguistik. Padanan awalan mar dalam bahasa melayu kuno adalah me dalam bahasa Indonesia sekarang.